Dalam perjalanan iman setiap orang Kristen, kata "pelayanan" seringkali menjadi inti pembahasan. Namun, sejauh mana kita memahami esensi sebenarnya dari pelayanan itu sendiri? Apakah pelayanan hanya terbatas pada kegiatan fisik, waktu luang yang diberikan, atau sumbangan materi? BARA Digital Ministry mengajak Anda untuk merenungkan kembali makna mendalam dari panggilan pelayanan yang melekat dalam setiap pengikut Kristus.
Pelayanan: Belas Kasih yang Menggerakkan Hati
Seringkali, kita menyempitkan definisi pelayanan pada aktivitas-aktivitas konkret seperti menjadi panitia gereja, anggota paduan suara, atau melakukan kunjungan perkunjungan. Tanpa mengecilkan arti penting dari aktivitas tersebut, pelayanan sesungguhnya jauh melampaui itu. Inti dari pelayanan adalah hati yang dipenuhi belas kasih dan empati.
Pelayanan yang otentik lahir dari kerinduan untuk mendoakan, menolong, dan membagikan kasih Kristus yang telah kita terima. Ini adalah dorongan batin untuk memberikan dukungan, perhatian, dan pertolongan kepada sesama, bukan karena tuntutan, melainkan karena dorongan kasih yang tulus. Bukankah Yesus sendiri memberikan teladan luar biasa? Ia menyembuhkan orang sakit, mendoakan para murid-Nya, menolong orang-orang yang lemah, dan memberikan pengajaran yang mencerahkan. Semua itu lahir dari hati-Nya yang tergerak oleh belas kasihan.
Bukan Sekadar Tampil, Tapi Memproklamasikan Kristus
Di era digital ini, ada godaan untuk menjadikan pelayanan sebagai ajang eksistensi diri. Terlibat dalam berbagai kegiatan gereja, tampil di panggung, atau memainkan alat musik, terkadang diniatkan bukan untuk memuliakan Tuhan, melainkan untuk mencari puji-pujian atau pengakuan manusia.
Jika motivasi di balik pelayanan adalah semata-mata untuk dilihat, dipotret, atau diposting di media sosial agar mendapat "like", maka kita perlu merenungkan kembali. Pelayanan sejati tidak mencari puji-pujian manusia, melainkan mengarahkan pujian itu kepada Tuhan. Ketika kita melayani, seharusnya yang kita "proklamasikan" atau "munculkan" adalah Kristus melalui diri kita, bukan diri kita sendiri. Fokusnya adalah bagaimana orang lain bisa merasakan damai, sukacita, dan semakin memuji Tuhan melalui apa yang kita lakukan, katakan, atau pikirkan.
Teladan Yesus: Bukan untuk Dilayani, Melainkan Melayani
Firman Tuhan dalam Matius 20:28 dengan tegas menyatakan, "Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." Ayat ini adalah fondasi krusial bagi pemahaman kita tentang pelayanan.
Yesus, Sang Guru Agung, tidak datang untuk menuntut perhatian atau pelayanan dari manusia. Sebaliknya, Ia datang untuk memberikan diri-Nya seutuhnya, bahkan hingga menyerahkan nyawa-Nya sebagai tebusan. Ini adalah teladan tertinggi dari pelayanan yang tanpa syarat, tanpa pamrih, dan didasari kasih agape.
Ironisnya, seringkali kita justru menuntut untuk dilayani. "Kok aku sakit nggak ditengok?" "Majelis atau pendeta kok nggak pernah telepon mendoakan?" Tuntutan-tuntutan semacam ini menunjukkan bahwa kita masih berpusat pada diri sendiri, bukan meneladani Yesus yang datang untuk melayani.
Pelayanan adalah Panggilan Hidup yang Melekat
Jika Anda mengaku sebagai pengikut Kristus, maka panggilan pelayanan seharusnya melekat erat dalam hidup Anda. Itu bukan sekadar keinginan sesaat, pengisi waktu luang, atau cara agar nama Anda terpampang. Pelayanan adalah sebuah panggilan, sebuah visi hidup untuk menjadi berkat bagi banyak orang, baik secara jasmani maupun rohani.
Bentuk pelayanan pun sangat luas. Ini tidak melulu soal berdiri di mimbar atau di depan jemaat. Pelayanan bisa dimulai dari lingkungan terdekat:
- Dalam Keluarga: Suami istri saling mengasihi dan menghormati, orang tua mendengarkan keluh kesah anak-anak, dan anak-anak menghormati orang tua.
- Melalui Doa: Mendoakan mereka yang sakit, berduka, atau membutuhkan pertolongan.
- Melalui Tindakan Nyata: Mengunjungi, menopang, atau bahkan menyediakan hidangan bagi mereka yang membutuhkan, dengan sukacita dan kerendahan hati.
- Melalui Talenta: Memanfaatkan bakat musik, seni, atau keterampilan lain untuk memuliakan Tuhan dan memberkati orang lain, dengan fokus pada dampak positif bagi jiwa-jiwa.
- Melalui Sikap Hati: Mengampuni dengan sungguh-sungguh, memberi semangat, atau sekadar memberikan senyuman tulus.
Bahkan dalam keterbatasan sekalipun, pelayanan tetap dapat terwujud. Bagi mereka yang sakit atau tidak dapat beraktivitas fisik, memuji Tuhan, mendoakan sesama, dan berbagi kesaksian hidup yang menguatkan, itu adalah bentuk pelayanan yang berkuasa dan menyentuh hati.
Tantangan dan Sukacita dalam Pelayanan
Pelayanan tidak selalu mudah. Ada kalanya kita merasa lelah, kecewa, atau bahkan diremehkan. Konflik dan perbedaan pendapat juga mungkin terjadi. Namun, di sinilah letak kedewasaan iman kita diuji. Pelayanan yang sejati membutuhkan kerendahan hati dan ketulusan. Ini adalah proses pendewasaan yang membuat kita semakin mengerti satu sama lain sebagai satu Tubuh Kristus.
Meskipun lelah, janganlah menyerah. Tuhan akan menopang dan Roh Kudus akan memberikan kekuatan, asalkan hati kita senantiasa mau melayani dan menyebarkan kasih Kristus. Sukacita terbesar dalam pelayanan adalah ketika kita melihat dampak positif pada orang lain: jiwa-jiwa yang terangkat, hati yang tersentuh, dan nama Tuhan yang dipermuliakan melalui perbuatan kita.
Panggilan untuk Bertindak
Mari kita refleksikan bersama: Apakah hati kita dipenuhi oleh Kasih Kristus? Apakah kita siap membagikan kasih itu kepada setiap orang dan dalam setiap momen yang memungkinkan? Panggilan pelayanan adalah bagian tak terpisahkan dari identitas kita sebagai orang Kristen. Ini bukan sekadar pilihan, melainkan sebuah respons terhadap kasih karunia Tuhan yang telah melayani kita hingga akhir hidup-Nya di kayu salib.
Semoga kita semua termotivasi untuk meresponi panggilan pelayanan ini dengan semangat yang lebih membara, senantiasa memuliakan Kristus, bukan diri sendiri.