Image 1
Image 2
Image 3

Tetap Jatuh dalam Dosa: Mungkinkah Tetap Selamat? Sebuah Pergumulan Abadi Iman Kristen

Artikel ini membahas pergumulan iman Kristen: bisakah tetap selamat meski jatuh dalam dosa? Menjelaskan jaminan keselamatan ilahi, status anak Allah, & kuasa melawan dosa.


Pertanyaan tentang keselamatan di tengah kejatuhan dosa adalah salah satu pergumulan terdalam bagi banyak orang percaya. Bukankah kita, yang sudah mengenal Kristus, seringkali masih bergumul dan bahkan jatuh kembali ke dalam dosa yang sama? Lantas, apakah keselamatan yang telah kita terima itu bisa hilang begitu saja?

Malam ini, kita akan membahas lebih dalam pertanyaan esensial ini, melampaui sekadar keingintahuan kognitif, namun juga menyentuh inti pergumulan iman setiap individu.

Jaminan Keselamatan yang Tak Tergoyahkan

Alkitab dengan tegas menjamin keselamatan orang percaya. Dalam Yohanes 10:27-29, Tuhan Yesus menyatakan, "Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikuti Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorang pun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku. Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, jauh lebih besar dari pada siapapun, dan seorang pun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa."

Ayat ini menggambarkan sebuah perlindungan ganda: kita digenggam erat oleh tangan Kristus dan tangan Bapa. Ini bukan perlindungan yang bisa dilemahkan atau direbut oleh kuasa jahat atau bahkan dosa itu sendiri. Jaminan keselamatan kita datang dari Allah yang mahakuasa, bukan dari kekuatan atau kesempurnaan kita.

Lebih lanjut, 2 Korintus 1:21-22 menegaskan bahwa Allah telah memeteraikan kita dan memberikan Roh Kudus di dalam hati kita sebagai jaminan. Roh Kudus bekerja dari dalam, mengunci status kita sebagai milik Allah. Sekali menjadi milik Allah, kita adalah milik-Nya selama-lamanya.

Perubahan Status, Bukan Robot Anti-Dosa

Meskipun keselamatan kita dijamin, seringkali muncul pertanyaan: "Kalau begitu, apakah ini berarti kita bisa seenaknya berbuat dosa karena keselamatan tidak akan hilang?" Jawabannya adalah tidak.

Yohanes 1:12-13 menyatakan, "Tetapi semua orang yang menerimanya diberinya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya; orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah."

Ketika Allah menyelamatkan kita, Ia mengubah status kita dari seteru menjadi anak-anak-Nya. Ia tidak menjadikan kita malaikat atau robot yang tidak bisa berbuat dosa. Kita tetap manusia dengan kehendak bebas, yang rentan terhadap dosa. Namun, kejatuhan seorang anak tidak mengubah statusnya sebagai anak. Seorang anak yang nakal tidak akan dibuang oleh orang tua yang baik, melainkan didisiplin.

Perubahan status ini menghasilkan tuntutan untuk perubahan kehidupan. Kesadaran bahwa kita lemah dan bisa jatuh bukan berarti menoleransi kejatuhan. Justru sebaliknya, status kita sebagai anak-anak Allah menuntut kita untuk hidup selaras dengan status tersebut. Sama seperti seorang mahasiswa seharusnya belajar layaknya mahasiswa, bukan anak SD, demikian pula kita sebagai anak Allah dipanggil untuk hidup dalam kekudusan. Roh Kudus yang memeteraikan kita juga yang terus-menerus mengingatkan dan mengajar kita untuk hidup dalam kebenaran Tuhan.

Kuasa dan Penyertaan di Tengah Pergumulan

Perubahan dan pertumbuhan ini tidak kita jalani dengan kekuatan sendiri. Firman Tuhan dengan jelas menyatakan bahwa kuasa diberikan kepada kita untuk menjadi anak-anak Allah. Kuasa ini adalah kuasa kemenangan Kristus yang telah mengalahkan maut dan dosa, yang diaktifkan melalui pekerjaan Roh Kudus dalam hati kita. Kita tidak mengandalkan kekuatan kita, melainkan kuasa dan penyertaan Allah yang terus-menerus memimpin kita menghadapi godaan.

Ketika kita jatuh dalam dosa, di manakah Tuhan? Dia tetap bersama kita. Tuhan bukanlah pribadi yang meninggalkan kita saat kita gagal. Dia Allah Immanuel, yang tahu segala kelemahan kita. Saat kita berdosa, Tuhan berduka cita karena dosa adalah pengkhianatan terhadap kasih-Nya. Namun, di saat yang sama, Dia juga menopang kita agar tidak jatuh semakin dalam, tidak terbelenggu dalam dosa. Perasaan menyesal atau bosan dengan dosa yang muncul, seringkali adalah wujud topangan tangan Allah yang tidak ingin kita binasa.

Murtad: Sudut Pandang Manusia vs. Allah

Bagaimana dengan konsep murtad, atau seseorang yang tampaknya meninggalkan imannya? Dari sudut pandang manusia yang terbatas, murtad mungkin terlihat nyata—seseorang yang dulunya setia, kemudian berbalik. Kita tidak tahu isi hati atau akhir hidup seseorang.

Namun, dari sudut pandang Allah yang mahatahu dan melihat keseluruhan hidup seseorang, tidak ada yang disebut murtad sejati bagi orang yang sungguh-sungguh telah menerima anugerah keselamatan-Nya. Jika seseorang benar-benar telah diberikan anugerah oleh Allah, anugerah itu akan tinggal tetap. Bisa jadi, orang yang kita anggap murtad sesungguhnya tidak pernah sungguh-sungguh percaya Kristus dari awal, melainkan hanya mengikuti ritual atau tuntutan lingkungan. Aktivitas lahiriah tidak selalu mencerminkan kedalaman iman sejati.

Jaminan keselamatan yang tak tergoyahkan ini bukanlah alat untuk bermudah-mudahan dalam dosa, melainkan dasar yang kokoh bagi kita untuk terus bertumbuh dalam Tuhan, mengasihi-Nya lebih lagi, dan memampukan kita untuk melihat kenikmatan dosa sebagai sampah di hadapan pengenalan akan Kristus. Seperti ilustrasi jabat tangan Romawi, di mana tangan kita mungkin lemah dan bisa lepas, namun tangan Allah tetap menggenggam kita dengan kuat, tidak akan pernah melepaskan. Ini adalah anugerah yang terus menopang dan mengasihi kita sampai selama-lamanya.

Lebih baru Lebih lama