Kata "mengumpulkan" dalam konteks ini mengindikasikan kepemilikan yang berlebihan. Pertanyaan relevan untuk era modern ini adalah seberapa banyak yang seharusnya dianggap cukup? Berapa banyak pakaian, sepatu, tas, atau jam tangan yang benar-benar dibutuhkan? Saat ini, banyak orang masih merasa kekurangan meskipun memiliki banyak aset finansial. Ini menciptakan pertanyaan mendalam tentang seberapa banyak yang dianggap cukup? Ketika Tuhan mengatakan, "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi," Dia sebenarnya memperingatkan tentang bahaya kepemilikan berlebihan dan keinginan yang tidak terbatas. Kondisi ini dapat membahayakan, bahkan menyebabkan orang berhutang untuk menunjukkan gaya hidup yang sebenarnya tidak mereka miliki. Tuhan mengajarkan agar setiap orang melakukan pertimbangan ketika membeli sesuatu apakah itu memiliki nilai atau hanya memuaskan hawa nafsu.
Pada ayat 20, Tuhan menyarankan agar setiap orang mengumpulkan harta di surga, bukan di bumi. Ini mengingatkan pada tujuan hidup dan pekerjaan orang-orang percaya. Kunci untuk meraih kebahagiaan finansial dan kekayaan sejati dalam Tuhan adalah dengan menjadikan harta sebagai amanah yang harus dikelola, bukan sebagai pemiliki. Ketika seseorang menyadari bahwa uang bukan miliknya, melainkan amanah dari Tuhan, maka ia dapat merencanakan penggunaannya dengan bijak. Kesadaran ini memungkinkan seseorang untuk menjadi penjaga yang baik atas harta yang telah dipercayakan kepadnya. John Wesley pernah berkata, ia tahu mana yang harus dihabiskan, mana yang harus disimpan, dan mana yang harus diberikan kepada Tuhan. Kekayaan sejati dan kebahagiaan yang sejati terletak pada sikap kita yang mengelola harta sebagai penatalayanan, bukan sebagai kepemilikan.
2. Menentukan Prioritas
Dalam ayat 22, ditekankan bahwa "mata adalah pelita tubuh." Jika mata kita baik, tubuh kita akan penuh terang. Ayat 23 kemudian menyatakan bahwa jika mata kita jahat, seluruh tubuh kita akan gelap. Yesus mengambil konsep ini dari pengajaran Talmud tentang mata baik dan mata jahat yang sebenarnya sudah umum di kalangan orang Yahudi. Namun, Yesus menempatkannya dalam konteks uang, harta, dan kekayaan. Mata yang baik dalam konteks keuangan adalah mata yang bersyukur. Ini melibatkan penghargaan terhadap harta dan kekayaan yang dimiliki, bahkan jika jumlahnya mungkin hanya sebatas UMR. Mata yang bersyukur dapat mengucapkan terima kasih kepada Tuhan atas segala pemberian-Nya. Mata yang baik juga mencerminkan iman, di mana seseorang percaya bahwa Tuhan akan terus memberikan pertolongan dan perlindungan, sekalipun hanya seorang kariawan dan pegawai biasa. Mata baik membawa pengharapan, yaitu keyakinan bahwa Tuhan akan selalu menyertai dan tidak akan mempermalukan. Orang dengan mata baik percaya bahwa Tuhan akan membimbing dan menyediakan segala kebutuhan mereka.
Sebaliknya, mata jahat adalah mata yang rakus, serakah, dan tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya. Mata ini cemburu melihat berkat yang dimiliki orang lain dan tidak pernah bersyukur. Orang dengan mata jahat mungkin terlalu membesar-besarkan diri, menunjukkan kehebatannya di media sosial tanpa memperhitungkan realitas keuangan mereka. Yesus menekankan bahwa untuk mengelola keuangan dengan baik, kita harus memiliki mata yang baik. Mata yang bersyukur, penuh iman, dan berpengharapan kepada Tuhan. Kekayaan sejati bukan hanya terletak pada jumlah uang yang dimiliki, tetapi pada sikap hati yang bersyukur dan penuh iman. Orang yang bersyukur akan menerima berkat Tuhan dalam hidupnya, dan itulah kekayaan yang sejati.
Sumber:
- Kaya Sejati: Prinsip Mengelola Keuangan Menurut Matius 6:19-24 oleh Pdt. Daniel Ronda
- Youtube Bara Digital Ministry: https://www.youtube.com/watch?v=G5WGuc1yR0M
- Web BARA Digital Ministry: https://www.baradigitalministry.com
Penyusun:
Shinta Lestari Zendrato, S.Th