Oleh: Pdt. Benny Solihin
TUJUAN:
Memahami dan melihat kedaulatan Allah di dalam waktu-Nya yang tepat.
Awali dengan saling menyapa satu sama lain.
Tanyakanlah di antara mereka sepanjang covid ini, pergumulan apa yang terasa sangat berat?
Tunjuklah satu orang untuk memimpin dalam doa.
“Tuhan ke mana ya?” “Kok aku merasa berjalan sendirian?” “Apakah Tuhan sudah meninggalkanku di saat keadaan seperti ini?”
Pertanyaan semacam ini adalah pertanyaan kita semua, bukan? Apa yang Alkitab nyatakan bagi kita berkaitan dengan hal itu? Mari kita belajar dari
kalimat rintihan Yesus cerita Yesus di kayu salib, “Allahku allahku Mengapa engkau meninggalkan Aku.” dari Matius 27:46
Jeritan dari mulut Yesus ini keluar saat Dia menghadapi penderitaan yang begitu berat, sekarat di dalam kematian, dibully secara mental, dihina orang dengan begitu luar biasa. Saat membutuhkan kekuatan dan penghiburan dari Tuhan, justru Tuhan memalingkan wajah-Nya.
Kalimat yang diucapkan oleh Yesus ini sebetulnya dituliskan oleh seorang nabi yang bernama Daud dalam mazmurnya ke-22. Daud juga merasakan perasaan yang sama lalu dia menulis, “Allahku Allahku mengapa Engkau meninggalkan Aku.” Ayub pun sudah merasakan perasaan yang sama, ketika musibah terjadi dalam kehidupannya, dia menjerit, dia mencari Allah, tidak dia ketemui.
Hal senada juga dikeluhkan banyak para nabi, celakanya pada saat mereka mengalami pergumulan Allah seperti absen. Seorang penulis yang bernama C. S. Lewis pernah berkata demikian, “Mengapa Tuhan Engkau begitu mudah ditemui saat hidup itu berjalan lancar tetapi begitu sulit ditemui saat saya membutuhkan pertolongan-Mu?”
Perkataan itu real, keadaan kita juga real. Barangkali di antara kita sedang mengalami kepahitan dengan Tuhan karena engkau merasa ditinggalkan, kau merasa tidak dibela, merasa tidak dibantu dan mukjizat yang engkau harapkan terjadi justru tidak terjadi saat-saat kau membutuhkan lebih dari pada biasanya. Apalagi saat covid, kehilangan pekerjaan, penghasilan. Engkau merasa sesak dada bagaimana meneruskan hidup di depan, berapa anggota keluargamu atau sendiri mengalami sakit penyakit, kau menjerit kepada Tuhan dan menanti mukjizat-mukjizat, tidak ada. Bahkan Tuhan seperti menghilang.
Sebenarnya di manakah Tuhan? Apakah Dia sungguh-sungguh menghilang? Apakah dia membiarkan kita untuk tersiksa sampai mati? Begitu kejamkah dia, di saat-saat berbahaya seperti ini? Bahagiakah Dia membiarkan kita mengalami hal yang luar biasa menyakitkan ini?
Kalau kita melihat Perjanjian Lama, bangsa Israel pernah hadir sebagai bangsa jajahan di tanah Mesir, 430 tahun lamanya. Mereka menjerit, mereka berdoa, meratap kepada Tuhan. Baru kemudian 430 tahun Tuhan tolong dengan mengutus Musa untuk datang membebaskan umat-Nya.
Kenapa begitu lama? Kita tidak tahu sama sekali. Ketika bangsa Israel dijajah dan dikalahkan oleh bangsa Babel, pada akhirnya ditawan sebagian besar dibawa ke Babel selama 70 tahun mereka menjerit, mengerang dan berdoa pada Tuhan di dalam kehidupan sebagai warga negara jajahan. Kapan Allah tolong? 70 tahun kemudian! Kok begitu lama? Kita tidak tahu. Tapi Yesaya memberitahu kita, “Sebab rancanga-Ku bukanlah rancanganmu. Dan jalanmu, bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman Tuhan. Setingginya langit dari bumi, demikian tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu.” (Yesaya 55:9).
Dengan kata lain, waktu Tuhan bukan waktu kita. Biarkanlah Tuhan berdaulat memutuskannya sendiri. Iman yang tertinggi bukan saat kita mampu mengklaim apa yang kita inginkan supaya Allah menurunkan mukjizat-Nya. Tapi iman yang tertinggi adalah iman yang ketika anak Allah mengakui kedaulatan Tuhan sekalipun permintaannya yang terbaik ditolak oleh Tuhan.
Dalam Perjanjian Baru Tuhan Yesus datang menjadi Juruselamat dunia. Tapi tahukah Tuhan Yesus yang datang di malam Natal pertama di Betlehem itu telah dijanjikan Tuhan saat Adam dan Hawa jatuh dalam dosa – ribuan tahun yang lampau – yang heran kok Allah baru menurunkan Yesus setelah ribuan tahun? Kita tidak tahu. Tetapi Galatia 4:4 berkata, “Tetapi setelah genap waktunya maka Allah mengutus Anak-Nya yang lahir dari seorang perempuan dan takluk di bawah HUKUM Taurat.”
Artinya setelah genap waktunya menurut Tuhan bukan engkau dan saya, bukan manusia. Oleh karena itu biarkanlah Tuhan bekerja menurut waktu-Nya. Berdaulat atas segala sesuatu termasuk hidup kita. Bagian kita, kita lakukan. Tetapi biarlah Allah melakukan apa yang menjadi bagian-Nya. Kabar gembiranya adalah “Tidak ada satu orang pun yang bisa memisahkan kita dari kasih Allah.” (Roma 8:35-39)
Jadi di manakah Allah? Ia tetap ada bersama dengan kita. Perasaan kitalah yang tidak bisa merasakannya. Karena kita tertutup dengan problem kita. Kenapa Ia tidak bertindak? Allah bertindak, tapi tunggu waktu-Nya. Hormatilah Dia. Bagian kita adalah mengakui kedaulatan Tuhan dan tetap percaya penuh kepada-Nya.
DISKUSIKAN:
Kebenaran apa yang Saudara terima dari pembahasan kali ini?
Bagaimana Saudara memandang kehidupan iman yang benar?
Apa yang bisa diubah dalam pikiran dan perbuatan kita saat menghadapi penderitaan?
Pokok Doa:
Berdoa agar hukum peradilan di Indonesia semakin baik.
Berdoa untuk kasus korupsi yang masih terjadi.
Berdoa untuk satu nama yang saudara kenal, yang belum percaya kepada Tuhan Yesus.
Sumber:
Allahku, Allahku, mengapa Engkau Meninggalkanku Di Saat Covid ini? | Pdt. Benny Solihin
Youtube BARA Digital Ministry: https://www.youtube.com/watch?v=BKr2JWPaNLc
Web BARA Digital Ministry: https://www.baradigitalministry.com/
Penyusun:
Febbi Timotius