Image 1
Image 2
Image 3

Apakah Bayi Dilahirkan Tidak Berdosa?


Apakah Bayi Dilahirkan Tidak Berdosa?
Image: pexels.com

Sebelum menjawab pertanyaan ini, kita perlu mengetahui kebenaran mengenai konsep dosa dalam Kekristenan. Dosa dapat dibagi menjadi 3 aspek, yang pertama status dosa, yang kedua perbuatan dosa, dan yang ketiga adalah ikatan dosa.

Yang pertama, Alkitab menyatakan bahwa dosa sebagai status manusia. Beberapa ayat Alkitab yang mengungkapkan kebenaran ini:

Mazmur 51:5 (51-7) Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku.” Roma 3:23 “Semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah.”

Di dalam ayat ini dikesankan bahwa dosa sebagai perbuatan. Namun sebenarnya di dalam bahasa aslinya, ini bukan berbuat dosa tetapi telah jatuh ke dalam dosa. Kata “berbuat dosa” ini menggunakan tenses Aorist di dalam bahasa Yunani yang memiliki pengertian sesuatu yang terjadi satu kali tetapi dampaknya dirasakan terus menerus. Dengan demikian, kata “berbuat dosa” ini lebih cocok di terjemahkan “jatuh dalam dosa.”

Sejak Adam dan Hawa jatuh di dalam dosa, maka semua manusia hidup di dalam status sebagai manusia berdosa. Hal inilah yang tidak mungkin diubahkan oleh manusia itu sendiri. Status ini diubahkan oleh karya keselamatan yang Tuhan Yesus kerjakan. Sehingga kita yang dahulunya orang ber(status)dosa, kini menjadi anak-anak Allah. 

Dosa masuk ke dalam kehidupan manusia melalui satu orang, keselamatan atas dosa (status) ini juga di dapatkan melalui satu pribadi, yakni Yesus Kristus Allah yang menjadi manusia.

Yang kedua, Alkitab mengatakan ada tindakan-tindakan dosa, seperti kemarahan, perzinahan, pembunuhan, pertikaian, dan berbagai macam hal-hal lainnya.

Yang ketiga, ikatan dosa. Apa yang dimaksudkan dengan ikatan dosa? Ikatan dosa adalah sebuah kondisi ketundukan manusia di dalam statusnya. Atau dengan kata lain, orang yang berstatus dosa tidak mungkin melakukan perbuatan benar, meskipun ia bisa melakukan perbuatan baik.

Bukankah kita mengetahui bahwa tidak semua orang yang berstatus dosa melakukan perbuatan-perbuatan dosa? Bahkan ada orang-orang berdosa yang melakukan perbuatan-perbuatan baik, bahkan perbuatan-perbuatan yang disebut mulia?

Memang. Manusia berdosa bisa berbuat baik, tetapi kebaikannya tidak dilakukan untuk memuliakan Allah dan menikmati Dia, tetapi justru untuk tujuan-tujuan yang lain, seperti kesenangan diri, harga diri, pencitraan, bahkan untuk upaya memanipulasi (Sebagai contoh: orang yang melakukan perbuatan baik dengan tujuan untuk mendapatkan keselamatan bukanlah orang yang sedang melakukan perbuatan baik. Tetapi orang yang sedang memanipulasi kebaikan demi keuntungan sendiri).

Ketika Yesus Kristus menebus kita, maka Ia mengubah status kita dan melepaskan kita dari ikatan hukum dosa ini. Sehingga, sebenarnya kita bisa hidup untuk memuliakan Allah. Tetapi kita juga tetap bisa jatuh dan gagal.

Nah, dengan konsep pengajaran Alkitab ini, maka sekarang mari kita lihat topik kita, yakni mengenai bayi. Saya percaya bahwa semua bayi, yang adalah manusia, lahir di dalam kehidupan sebagai manusia dengan status berdosa. Tidak ada satu pun manusia yang terbebas dari status ini. 

Namun, tentu saja bayi tidak atau belum melakukan perbuatan-perbuatan dosa. Tentu saja kita tidak bisa mengatakan bahwa bayi yang nangis di tengah malam dan membangunkan serta merepotkan orang tuanya itu bersalah atau merupakan perbuatan dosa. Secara umum, kita bisa katakan bahwa bayi itu tidak melakukan perbuatan dosa. 

Salah satu ayat Alkitab yang menyatakan kebenaran ini adalah Ulangan 1:39 “Dan anak-anakmu yang kecil, yang kamu katakan akan menjadi rampasan, dan anak-anakmu yang sekarang ini yang belum mengetahui tentang yang baik dan yang jahat, merekalah yang akan masuk ke sana dan kepada merekalah Aku akan memberikannya, dan merekalah yang akan memilikinya.”

Bagian ini bukan memaksudkan bahwa bayi atau dituliskan sebagai anak-anakmu yang kecil, itu manusia suci. Tetapi mereka belum mampu melakukan kebaikan dan kejahatan moral.

Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana dengan ikatan dosa? Apakah bayi memiliki ikatan dosa? Saya yakini ada, tetapi belum aktif bekerja, karena ikatan dosa ini bekerja seiring dengan bertambahnya pengetahuan, pengenalan ia akan kebenaran.

Jadi kesimpulannya, bayi adalah manusia berstatus berdosa yang belum bisa mengaktualisasikan keberdosaannya di dalam tindakan karena keterbatasannya. Maka, bayipun juga perlu akan anugerah keselamatan yang datang dari Tuhan.

Pertanyaannya adalah bagaimana bayi menerima anugerah tersebut? Bagaimana jika bayi meninggal? Apakah ia akan diselamatkan?

Saya akan jawab secara cepat demikian: Saya tidak tahu kepastian keselamatan bayi, sebagaimana saya tidak tahu kepastian keselamatan dari manusia lainnya. Tetapi, saya meyakini bahwa Allah tidak akan berlaku tidak adil di dalam keputusan dan kedaulatan-Nya. Dan Alkitab juga tidak memberi jawaban tuntas terhadap hal ini.

Namun, kalau diminta berspekulasi, maka saya memilih bayi-bayi tersebut akan diselamatkan oleh Tuhan, dengan cara anugerah-Nya yang khusus kepada mereka. Apa yang menjadi alasan saya?

#1 Kasih Allah

Jika bayi itu diciptakan Allah dan diizinkan mati dalam kondisi sebagai bayi tanpa ada jaminan keselamatan, maka dalam hal ini dapat digambarkan bahwa Allah menciptakan bayi untuk binasa kekal. Dan saya percaya tindakan semacam ini bukanlah tindakan kasih.

#2 Keadilan Allah

Saya akan mengutip dari tulisan R.A. Webb yang dikutip Ronald Nash dalam buku “Keselamatan di Balik Kematian Bayi” demikian: jika seorang bayi yang meninggal dikirim ke neraka hanya karena dosa asal, maka meskipun Allah memiliki alasan yang tepat untuk menghukum, si anak itu sendiri sama sekali tidak tahu mengapa mereka menderita. 

Dalam kondisi seperti ini, ia akan mengenal penderitaan namun tidak memahami alasan mengapa ia menderita. Ia tidak dapat memberitahu orang lain dan dirinya sendiri mengapa ia sangat menderita. Akibatnya, seluruh makna dan signifikansi penderitannya akan menjadi teka-tekai baginya, esensi dari hukuman akan lenyap, dan keadilan akan mengalami kegagalan dalam membuktikan kebenarannya.


Oleh: Ev. Samuel Sugiarto

Lebih baru Lebih lama